China Ciptakan Hutan Paling Hijau, Tapi Air Lokal Menghilang! Ini Alasannya
China menanam hutan raksasa selama puluhan tahun, tapi ironisnya air lokal di banyak wilayah justru menyusut.
China mengejutkan dunia dengan program penghijauan masif, termasuk hutan buatan Saihanba seluas 76.700 hektare. Namun, studi terbaru menunjukkan upaya ini juga mengubah distribusi air tawar secara signifikan di seluruh daratan negara tersebut. Dibawah ini Anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya tentang wisata dan berita seputaran CRAZY CHINA.
Ambisi Penghijauan China, Dari Gurun Menjadi Hutan
China telah lama meluncurkan program penghijauan ambisius seperti Great Green Wall (dimulai tahun 1978), yang bertujuan meningkatkan tutupan hutan hingga lebih dari 25%. Inisiatif ini adalah respons terhadap masalah desertifikasi dan degradasi lingkungan yang parah. Jutaan pohon telah ditanam di berbagai wilayah, mengubah lanskap yang dulunya gersang menjadi area hijau.
Program lain, seperti Grain for Green dan Natural Forest Protection, mendorong konversi lahan pertanian menjadi kawasan hijau dan menghentikan penebangan hutan. Upaya masif ini menunjukkan komitmen China dalam mengatasi krisis lingkungan dan memulihkan ekosistem. Hasilnya, kini terdapat hutan buatan terbesar di dunia, Saihanba, sebagai bukti nyata keberhasilan program ini.
Saihanba di Chengde, Hebei, dengan luas 76.700 hektare dan 82% tutupan hijau, adalah contoh ikonik dari keberhasilan ini. Proyek ini bukan hanya mengubah bentang alam, tetapi juga menjadi model inspiratif bagi negara lain dalam upaya reforestasi. Keberhasilan Saihanba menunjukkan bahwa penghijauan skala besar adalah mungkin.
Dampak Tak Terduga Pada Siklus Air Tawar
Meskipun terlihat positif, studi yang dipublikasikan di jurnal Earth’s Future mengungkap sisi lain dari program penghijauan ini. Peneliti menemukan bahwa proyek-proyek penghijauan China secara signifikan mengubah distribusi air tawar di seluruh negeri. Ini adalah konsekuensi yang sebelumnya mungkin belum sepenuhnya diperhitungkan.
Studi yang menganalisis data resolusi tinggi dari tahun 2001 hingga 2020 menunjukkan perubahan besar dalam tutupan vegetasi. Perubahan ini mengakibatkan penurunan ketersediaan air untuk wilayah monsun timur dan kering barat laut, yang mencakup 74% daratan China. Wilayah ini adalah pusat populasi, pembangunan, dan lahan pertanian utama.
Namun, di Dataran Tinggi Tibet, ketersediaan air justru meningkat. Hal ini disebabkan oleh peningkatan evapotranspirasi (penguapan dan transpirasi tanaman) akibat bertambahnya tutupan hutan dan padang rumput. Ini menunjukkan bahwa efek penghijauan terhadap siklus air tidak seragam di seluruh wilayah China.
Baca Juga: Dreame China Pamer Supercar Listrik 1.000+ HP Di CES 2026
Paradoks Air, Lebih Banyak Hijau, Lebih Sedikit Air Lokal
Arie Staal, salah satu penulis studi, menjelaskan bahwa meskipun siklus air menjadi lebih aktif, pada skala lokal lebih banyak air yang hilang di atmosfer. “China telah melakukan penghijauan kembali dalam skala masif selama beberapa dekade terakhir,” katanya, menyoroti bagaimana ekosistem yang pulih ini mengaktifkan kembali siklus air.
Data menunjukkan bahwa peningkatan evapotranspirasi lebih besar daripada presipitasi di beberapa area. Ini berarti sebagian besar air yang seharusnya menjadi limpasan permukaan atau air tanah justru menguap ke atmosfer. Efeknya, meskipun vegetasi tumbuh subur, ketersediaan air di darat justru berkurang.
Tren ini tidak merata. Peningkatan evapotranspirasi terjadi di wilayah monsun timur dan padang rumput yang dipulihkan, sementara presipitasi hanya meningkat di Dataran Tinggi Tibet. Artinya, banyak wilayah lain mengalami penurunan ketersediaan air, menciptakan paradoks: lebih banyak hijau, tetapi lebih sedikit air yang dapat dimanfaatkan secara lokal.
Tantangan Distribusi Air Dan Masa Depan China
Distribusi air di China saat ini sudah tidak merata; wilayah dengan 46% populasi dan 60% lahan hanya memiliki 20% air. Pemerintah telah berupaya mengatasi ketidakmerataan ini, namun redistribusi air akibat penghijauan yang tidak diperhitungkan dengan baik dapat memperparah masalah yang ada.
Analisis lebih lanjut dari model pelacakan uap air atmosfer menunjukkan bahwa angin dapat memindahkan uap air hingga 7.000 kilometer dari sumbernya. Hal ini menambah kompleksitas dalam memahami dampak penghijauan terhadap siklus air. Perubahan di satu wilayah dapat mempengaruhi ketersediaan air di wilayah yang sangat jauh.
Studi ini menyoroti perlunya perencanaan yang lebih komprehensif dalam program penghijauan skala besar. Meskipun manfaat lingkungan jelas, potensi dampak tak terduga terhadap sumber daya air harus dipertimbangkan secara serius. Pemahaman yang lebih baik tentang interaksi vegetasi dan hidrologi sangat penting untuk keberlanjutan masa depan China.
Simak dan ikuti terus informasi menarik lainnya tentang berita terkini, wisata dan teknologi China hanya di CRAZY CHINA.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari cnbcindonesia.com
- Gambar Kedua dari cnbcindonesia.com