China Ultimatum AS Soal Perang Sampai WNI Terancam Mati di Ethiopia

Baru-baru ini China Ultimatum AS soal perang, mereka menyatakan kesiapan untuk menghadapi perang dalam bentuk apa pun sebagai respons terhadap perang tarif yang diberlakukan.

China Ultimatum AS Soal Perang Sampai WNI Terancam Mati di Ethiopia

Peringatan ini muncul sebagai tanggapan atas kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Donald Trump, yang meningkatkan ketegangan antara kedua negara. Kementerian Luar Negeri China memperingatkan bahwa menekan China adalah perhitungan yang salah.

tebak skor hadiah pulsa  

Eskalasi Perang Dagang Antara China dan AS

Perang dagang antara China dan AS terus meningkat, ditandai dengan saling memberlakukan tarif. Pada tanggal 4 Maret 2025, ketegangan meningkat setelah AS menaikkan tarif tambahan sebesar 10% untuk barang-barang China, sehingga total tarif menjadi 20%. Sebagai tanggapan, China memberlakukan tarif hingga 15% pada beberapa produk pertanian AS.

China juga membatasi ekspor ke 15 perusahaan AS dengan alasan masalah keamanan nasional dan melaporkan AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). China mengklaim bahwa tarif sepihak AS melanggar aturan WTO dan merusak fondasi kerja sama ekonomi dan perdagangan. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menyebut masalah fentanyl sebagai “alasan” untuk menaikkan tarif AS pada impor China.

Reaksi China terhadap Tarif AS

Sebagai tanggapan China Ultimatum AS soal perang, dan China juga memberlakukan bea masuk hingga 15% pada berbagai komoditas makanan yang diimpor dari AS dan memperluas pengawasan terkait kerja sama bisnis dengan perusahaan Amerika. Langkah-langkah ini mulai berlaku pada 10 Maret 2025. Pemerintah China juga menempatkan 15 perusahaan AS di bawah pembatasan ekspor dan investasi dengan alasan masalah keamanan nasional.

Kebijakan Washington dan respons Beijing dipandang oleh para ekonom sebagai babak baru dalam perang dagang skala besar antara dua ekonomi terbesar dunia. Bea kumulatif 20% yang diperkenalkan tahun ini datang di atas tarif hingga 25% yang dikenakan oleh pemerintahan Trump pada impor AS dari China senilai sekitar USD370 miliar pada periode 2018 dan 2019. China juga mengumumkan akan mengenakan tarif tambahan hingga 15% pada beberapa barang AS dan membatasi ekspor ke 15 perusahaan AS mulai 10 Maret.

WNI Terancam Hukuman Mati di Ethiopia: Kasus Linda Yuliana

Di tengah ketegangan China Ultimatum AS soal perang sekala besar ini, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) bernama Linda Yuliana asal Majalengka, Jawa Barat, menghadapi ancaman hukuman mati di Ethiopia.

Linda diduga dijebak menjadi kurir narkoba setelah ditangkap membawa tas berisi narkotika di Bandara Bole Addis Ababa. Menurut pengakuan orang tuanya, Linda tidak mengetahui bahwa tas yang dibawanya berisi narkoba dan merasa dijebak.

Kronologi Kasus Linda Yuliana

Linda direkrut oleh seseorang bernama Dinda untuk bekerja sebagai jasa titip (jastip) serbuk emas di Ethiopia setelah Idul Adha 2024. Namun, alih-alih bekerja sesuai yang dijanjikan, Linda justru ditugaskan untuk mengantar tas berisi cokelat ke Laos. Tanpa curiga, Linda membawa tas tersebut ke bandara, di mana kemudian ia ditangkap.

Setelah ditangkap, Linda menghubungi keluarganya dan mengaku dijebak. Ketua Forum Migran Majalengka, Ida Neni Wahyuni, menyebut sidang terkait kasus Linda ditunda hingga 12 Maret 2025. Sebelumnya, Linda telah menjalani enam kali sidang tanpa didampingi pengacara.

Upaya Pemerintah Indonesia dalam Memberikan Bantuan Hukum

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) telah mengambil langkah-langkah untuk memberikan pendampingan hukum kepada Linda Yuliana. Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Judha Nugraha, menyatakan bahwa pihaknya tengah melakukan pendampingan kekonsuleran dan akan memberikan pendampingan hukum untuk memastikan Linda mendapatkan hak-haknya secara penuh di sistem pengadilan setempat.

Kepala DK2UKM Arif menyebut pihaknya telah mengajukan surat resmi ke Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, dan BP2MI pada Oktober 2024.

Baca Juga: Jetour X50e Curi Perhatian di IIMS 2025: Mobil Listrik China yang Bikin Penasaran!

Ancaman Hukuman dan Proses Hukum yang Dihadapi

Ancaman Hukuman dan Proses Hukum yang Dihadapi

Linda Yuliana kini menghadapi ancaman hukuman yang sangat berat, yaitu hingga 25 tahun penjara, serta denda yang signifikan sebesar US$500 ribu. Ketidakmampuan untuk membayar denda ini berpotensi memperburuk situasi hukumnya, yang dapat mengakibatkan perpanjangan masa tahanan.

Beratnya hukuman ini menunjukkan keseriusan hukum di Ethiopia terhadap kasus narkoba, dan hal ini semakin memperumit upaya pembelaan yang sedang diusahakan.

Kondisi ini menuntut langkah-langkah hukum yang cermat dan terkoordinasi dari pihak pembela, serta dukungan konsuler yang kuat untuk memastikan hak-hak Linda terpenuhi selama proses peradilan berlangsung.

Selain ancaman hukuman berat, status Linda yang diduga berangkat ke Ethiopia menggunakan visa wisata secara non-prosedural menambah kompleksitas kasusnya. Penggunaan visa wisata untuk tujuan yang seharusnya adalah pekerjaan migran dapat dianggap sebagai pelanggaran imigrasi, yang bisa mempengaruhi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan.

Fakta bahwa sidang kasus Linda ditunda hingga 12 Maret 2025 menambah ketidakpastian dan kecemasan bagi keluarganya. Penundaan ini juga memberikan waktu tambahan bagi tim pembela untuk mengumpulkan bukti dan menyusun strategi yang efektif, namun juga memperpanjang masa penahanan Linda dan tekanan psikologis yang dihadapinya.

Jumlah WNI yang Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI mencatat terdapat ratusan kasus ancaman hukuman mati yang dihadapi WNI di luar negeri. Pada tahun 2025, terdapat 157 kasus yang sedang berlangsung terkait hukuman mati di beberapa negara. Mayoritas WNI terjerat kasus narkoba.

Sebanyak 147 kasus hukuman mati terjadi di Malaysia, diikuti Laos dengan 4 kasus, Uni Emirat Arab (UEA) 3 kasus, Arab Saudi 2 kasus, dan 1 kasus di Vietnam. Pada tahun 2024, pemerintah Indonesia berhasil memfasilitasi dan membebaskan 137 WNI yang terancam hukuman mati. Kementerian juga telah menangani 67.297 kasus WNI di luar negeri, dengan 60.122 kasus berhasil diselesaikan.

Peran KBRI Dalam Kepada WNI di Luar Negeri

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) memegang peranan krusial dalam melindungi dan memberikan bantuan hukum kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri. Fungsi ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pendampingan konsuler hingga penyediaan bantuan hukum yang komprehensif. KBRI bertindak sebagai garda terdepan dalam memastikan hak-hak WNI terpenuhi sesuai dengan hukum internasional dan hukum negara setempat.

Melalui berbagai program dan inisiatif, KBRI berupaya untuk meminimalkan risiko yang dihadapi WNI. Terutama mereka yang rentan terhadap masalah hukum atau eksploitasi. Sebagai contoh, KBRI Kuala Lumpur menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk memberikan pendampingan hukum kepada WNI di Malaysia.

Bentuk bantuan yang diberikan meliputi pendampingan selama proses hukum, mediasi antara WNI dan pihak terkait, advokasi untuk memperjuangkan hak-hak WNI. Serta penyediaan jasa advokat bagi mereka yang membutuhkan bantuan hukum profesional. Upaya ini menunjukkan komitmen KBRI dalam melindungi kepentingan WNI dan memastikan mereka mendapatkan perlakuan yang adil di negara asing.

Sistem Hukum di Ethiopia

Ethiopia memiliki sistem hukum campuran antara hukum perdata dan hukum adat. Negara-negara dengan sistem hukum perdata memiliki kode hukum tertulis yang komprehensif dan terus diperbarui. Putusan pengadilan tidak memiliki nilai preseden.

Sistem peradilan Ethiopia memiliki dua struktur pengadilan paralel, pengadilan federal dan pengadilan negara dengan struktur independen mereka sendiri. Pemerintah Ethiopia belum menandatangani perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi terupdate lainnya hanya di CRAZY CHINA.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *