Perang Dagang AS-China, Bos PTBA Cemas Bakal Ganggu Ekspor Batu Bara
Perang Dagang AS-China dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan Tiongkok, kembali memanas dan memunculkan kekhawatiran global.
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mengungkapkan keresahan mendalam terhadap potensi penurunan permintaan dari Tiongkok, yang selama ini menjadi pasar utama ekspor batu bara Indonesia.
Jika eskalasi perang dagang terus berlanjut, bukan tidak mungkin ekspor batu bara nasional mengalami tekanan hebat. Dalam lanskap global yang penuh gejolak, PTBA mulai menyusun langkah antisipatif mulai dari diversifikasi pasar hingga efisiensi operasional demi menjaga bara bisnis tetap menyala di tengah badai geopolitik yang tak menentu.
Perang Dagang AS-China
Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok bukan sekadar benturan tarif dan bea masuk. Ini adalah medan perang geopolitik yang menyamar dalam wajah ekonomi. Ketegangan yang bermula dari kebijakan tarif terhadap produk Tiongkok yang diberlakukan oleh pemerintah AS kini telah melebar menjadi konflik teknologi, keamanan data, hingga pengaruh geopolitik.
Di sisi lain, Tiongkok sebagai negara dengan pertumbuhan industri dan manufaktur yang sangat pesat, sangat bergantung pada pasokan energi termasuk batu bara untuk menopang roda industrinya.
Selama ini, Indonesia menjadi salah satu pemasok batu bara termal terbesar ke Tiongkok. Namun, dalam iklim perang dagang yang kian membara, arah angin perdagangan bisa berubah sewaktu-waktu.
Diversifikasi Pasar dan Efisiensi Operasional
Menyadari ancaman yang tak terhindarkan dari geopolitik global, PTBA pun mulai menyusun langkah-langkah antisipatif. Salah satunya adalah dengan memperluas pasar ekspor ke negara-negara Asia Selatan dan Timur Tengah, yang permintaan energinya juga tengah bertumbuh. India, Bangladesh, Pakistan, dan Uni Emirat Arab disebut sebagai pasar baru yang sedang dijajaki secara serius oleh perusahaan.
Selain itu, efisiensi operasional menjadi fokus utama. Digitalisasi proses produksi, optimalisasi logistik, dan pemangkasan biaya distribusi merupakan beberapa strategi yang sedang dijalankan untuk menjaga margin tetap positif di tengah tekanan harga.
“Kami tidak bisa mengendalikan harga global, tapi kami bisa mengendalikan efisiensi internal kami. Itu prinsip utama yang sedang kami pegang teguh,” ujar sang direktur dengan penuh keyakinan.
Baca Juga:
Kekhawatiran PTBA Bukan Sekadar Spekulasi
Direktur Utama PTBA, dalam sesi wawancara terbuka bersama media, mengungkapkan bahwa volatilitas global akibat konflik dagang ini mulai menunjukkan gejala tak sehat bagi pasar ekspor batu bara.
Menurutnya, bila perang dagang berlangsung berkepanjangan dan berdampak pada penurunan permintaan industri Tiongkok, maka ekspor batu bara dari Indonesia berpotensi mengalami kontraksi yang signifikan.
“Kami memang tidak mengekspor langsung ke AS, tapi dampak tidak langsungnya sangat terasa. Jika perekonomian Tiongkok melambat, permintaan batu bara pun akan ikut menurun. Dan ini sudah mulai kami rasakan dalam negosiasi kontrak ekspor beberapa bulan terakhir,” ungkapnya dengan nada waspada.
Penurunan permintaan dari Tiongkok bisa mengarah pada kelebihan pasokan di pasar global, yang secara otomatis akan menekan harga. Bagi PTBA yang sangat mengandalkan ekspor sebagai salah satu tulang punggung pendapatan, situasi ini tentu merupakan alarm yang tak bisa diabaikan.
Harga Batu Bara Global
Sepanjang kuartal pertama tahun 2025, harga batu bara acuan (HBA) memang menunjukkan tren melemah. Dalam beberapa pekan terakhir, harga bahkan sempat menembus titik psikologis di bawah USD 100 per ton sesuatu yang tak dibayangkan satu tahun lalu ketika permintaan melonjak akibat krisis energi global.
Kondisi ini diperparah oleh melemahnya nilai tukar mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah, yang turut menambah beban bagi para eksportir. Meskipun dalam jangka pendek penurunan rupiah bisa mendongkrak penerimaan ekspor, namun bila disertai dengan penurunan volume dan harga. Maka efeknya tetap merugikan secara keseluruhan.
Diplomasi Ekonomi Jadi Kunci
Dalam situasi seperti ini, PTBA dan pelaku industri tambang lainnya tak bisa berjalan sendiri. Peran pemerintah menjadi krusial, khususnya dalam hal diplomasi ekonomi dan kebijakan fiskal.
Dukungan berupa insentif pajak ekspor, subsidi logistik, serta perluasan akses pasar melalui perjanjian dagang regional sangat dibutuhkan untuk menjaga daya saing komoditas batu bara nasional.
Apalagi, dengan tren transisi energi global yang mulai menjauhi bahan bakar fosil, batu bara berada di ambang ketidakpastian jangka panjang. Maka, menjaga sisa masa kejayaannya menjadi keharusan strategis, sebelum benar-benar tergantikan oleh sumber energi terbarukan.
Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi terupdate lainnya hanya di CRAZY CHINA.
- Gambar Pertama dari sindonews.com
- Gambar Kedua dari finance.detik.com