Polisi di China Tangkap Penulis Novel Gay Erotis, Kontroversi Meningkat

Tindak keras terhadap pornografi menjadi perhatian serius di berbagai negara, termasuk China yang baru-baru ini melakukan penangkapan terhadap puluhan wanita penulis novel gay erotis.

Polisi di China Tangkap Penulis Novel Gay Erotis, Kontroversi Meningkat

Kasus ini memicu perdebatan luas mengenai batas kebebasan berekspresi dan regulasi konten daring yang dianggap melanggar norma kesusilaan. Penindakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah China menegakkan undang-undang kesusilaan yang ketat, sekaligus menimbulkan kontroversi terkait dampak sosial dan ekonomi bagi para penulis muda tersebut.

Artikel ini akan membahas secara mendalam fenomena tersebut, regulasi yang berlaku, serta implikasi sosial dan hukum dari tindakan keras tersebut.

tebak skor hadiah pulsa  

Latar Belakang Penangkapan Penulis Novel Gay Erotis

Polisi di China menahan puluhan wanita muda yang menulis novel bergenre erotika gay, yang dikenal sebagai “boys love” di Asia. Penangkapan ini terjadi sejak Maret 2025 di kota Lanzhou, barat laut China, sebagai bagian dari tindakan keras pemerintah terhadap pornografi daring.

Novel-novel tersebut diterbitkan di platform Haitang Literature City, yang khusus menyediakan fiksi erotis berbayar dan populer di kalangan wanita. Namun, situs ini disensor di China dan hanya bisa diakses melalui VPN. Para penulis ini menghadapi ancaman hukum berat berdasarkan undang-undang kesusilaan tahun 2004 yang dapat menjatuhkan hukuman penjara hingga seumur hidup.

Kontroversi dan Dampak Sosial Dari Tindakan Keras

Penahanan para penulis tersebut memicu perdebatan sengit di media sosial China dan internasional. Banyak yang mempertanyakan apakah tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berbicara dan apakah penegakan hukum tersebut bersifat seksis. Sebagian besar penulis berasal dari latar belakang ekonomi rendah dan menulis untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Salah satu penulis mengungkapkan bahwa royalti yang diterimanya hanya sekitar 4.000 yuan (sekitar Rp9 juta), yang kini justru menjadi bukti kriminalisasi karya mereka. Kasus ini menggugah simpati sekaligus kekhawatiran akan dampak sosial dari penindakan yang dianggap berlebihan.

Baca Juga: China Bergerak Menguasai Tambang di Seluruh Dunia Lawan Sanksi AS

Regulasi Pornografi di China dan Indonesia

Polisi di China Tangkap Penulis Novel Gay Erotis, Kontroversi Meningkat

China menggunakan undang-undang kesusilaan yang ketat untuk menindak pornografi daring, termasuk karya fiksi erotis yang dianggap melanggar norma. Hukuman yang dijatuhkan bisa sangat berat, termasuk penjara lama atau seumur hidup.

Sementara itu, di Indonesia, tindak pidana pornografi diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yang melarang pembuatan, penyebaran, dan kepemilikan konten pornografi. Penegakan hukum di Indonesia juga melibatkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk menangani pornografi di media digital.

Namun, penindakan di Indonesia lebih fokus pada perlindungan moral dan mental masyarakat. Terutama anak-anak dan remaja, serta penanganan konten negatif di media sosial.

Upaya Penegakan Hukum & Perlindungan Masyarakat

Penegakan hukum terhadap pornografi di Indonesia dilakukan secara serius oleh aparat kepolisian dan pemerintah. Sepanjang tahun 2021 dan awal 2022, Polri menangani puluhan kasus pornografi di media sosial dan media elektronik. Pemerintah juga memutus akses jutaan konten pornografi di internet melalui Kementerian Kominfo.

Selain itu, pembentukan satuan tugas dan sinergi antar lembaga menjadi strategi utama untuk mencegah dan menindak penyebaran konten pornografi, terutama yang melibatkan anak-anak. Edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat juga digalakkan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya pornografi.

Implikasi dan Tantangan di Era Digital

Fenomena penangkapan penulis novel erotis di China dan penindakan pornografi di Indonesia menunjukkan tantangan besar dalam mengatur konten digital yang semakin mudah diakses. Di satu sisi, perlindungan moral dan sosial menjadi prioritas, namun di sisi lain, kebebasan berekspresi dan perubahan budaya digital menuntut regulasi yang adaptif dan proporsional.

Kasus di China menyoroti perlunya revisi undang-undang agar lebih sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebiasaan masyarakat. Sementara di Indonesia, pengawasan dan penindakan harus tetap seimbang dengan hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat.

Kesimpulan

Tindak keras terhadap pornografi, seperti yang terjadi di China dengan penangkapan penulis novel gay erotis. Menimbulkan banyak pertanyaan tentang batas kebebasan berekspresi dan perlindungan norma sosial. Regulasi yang ketat memang diperlukan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif pornografi. Namun harus diimbangi dengan pendekatan yang adil dan manusiawi.

Di era digital, kolaborasi lintas lembaga dan edukasi publik menjadi kunci utama dalam mengatasi tantangan penyebaran konten pornografi secara efektif dan berkelanjutan. Ikuti  dan dapatkan berita informasi terupdate menarik lainnya setiap harinya.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari www.sinarjabar.com
  2. Gambar Kedua dari www.bbc.com

Similar Posts