Realita Persaingan Cari Kerja Makin Besar, Muncul ‘Manusia Tikus’ di China
Realita persaingan kerja di china mereka adalah wajah nyata dari generasi muda China yang gagal mendapat tempat di masyarakat.
Istilah ini tak merujuk pada makhluk mitos atau urban legend menyeramkan, melainkan pada manusia nyata anak-anak muda, pencari kerja, dan lulusan baru yang hidup di lorong-lorong bawah tanah, tempat yang biasanya hanya dilewati oleh pipa, saluran air, dan rayap beton kota CRAZY CHINA.
Ledakan Lulusan Baru Di China
Setiap tahun, China mencetak jutaan lulusan universitas baru. Pada tahun 2024 saja. Lebih dari 11 juta mahasiswa lulus dan bersiap masuk ke dunia kerja. Namun sayangnya, dunia kerja tak menyambut mereka dengan hangat. Pasar tenaga kerja China mengalami tekanan besar akibat pelambatan ekonomi, PHK massal di sektor teknologi, dan ketatnya regulasi industri.
Ketimpangan inilah yang melahirkan kompetisi kerja paling sengit dalam sejarah modern Tiongkok. Satu lowongan pekerjaan di perusahaan ternama bisa diperebutkan oleh lebih dari 2.000 pelamar, banyak di antaranya lulusan perguruan tinggi ternama.
Situasi ini membuat banyak pencari kerja frustasi. Bagi yang berasal dari kota kecil, datang ke kota besar seperti Beijing, Shanghai, atau Guangzhou adalah mimpi tapi nyatanya berubah menjadi mimpi buruk. Biaya hidup tinggi, kontrak kerja yang langka, dan tekanan sosial yang menggunung menjadikan mereka terjebak di tengah kota tanpa pijakan.
Terjebak Dalam Lingkaran Sunyi dan Tekanan Sosial
Bagi banyak dari mereka, hidup seperti ini bukan hanya soal kemiskinan, tapi juga soal kehancuran harapan. Mereka adalah generasi yang dibesarkan dengan narasi “kerja keras membawa sukses”, namun menghadapi kenyataan bahwa gelar sarjana tak lagi menjamin apa pun.
Fenomena “involusi” pun makin terasa. Ini adalah istilah yang populer di kalangan anak muda China, merujuk pada kompetisi internal yang tak berujung tapi tak menghasilkan hasil nyata. Seorang lulusan teknik bisa bekerja sebagai barista, seorang sarjana ekonomi menjadi kurir, dan banyak lainnya menjadi pengangguran diam-diam.
Di media sosial China seperti Weibo dan Xiaohongshu, banyak curhatan muncul dari mereka yang menyebut dirinya “shǔ rén” dengan nada getir. Beberapa bahkan mengunggah video suasana kamar bawah tanah mereka dinding berjamur, kasur usang, dan cahaya remang dari bohlam 5 watt. Semua menjadi potret sunyi dari generasi yang merasa ditinggalkan oleh sistem.
Baca Juga: Apartemen Regent International Dihuni 20.000 Jiwa, Ada Sisi Gelap
Pemerintah China dan Jalan Keluar yang Masih Suram
Fenomena ini tentu tak luput dari perhatian pemerintah. Program pelatihan ulang, subsidi wirausaha, dan penyuluhan karier gencar dilakukan. Namun tetap saja, akar permasalahan lebih dalam dari sekadar pelatihan kerja. Ada ketimpangan yang masif antara jumlah lulusan dan lapangan kerja berkualitas.
Selain itu, stigma sosial terhadap pekerjaan kerah biru (buruh, teknisi, dsb) masih kuat, sehingga banyak lulusan sarjana menolak pilihan karier alternatif meski peluangnya lebih terbuka. Hal ini menambah ironi di satu sisi jutaan orang butuh kerja, di sisi lain sektor tertentu kekurangan tenaga.
Beberapa analis menyebut bahwa China perlu mengubah cara pandang terhadap pekerjaan, pendidikan, dan distribusi ekonomi jika ingin keluar dari krisis diam-diam ini. Tanpa itu, fenomena ‘manusia tikus’ hanya akan menjadi awal dari bom waktu sosial yang lebih besar.
Antara Bertahan Atau Pulang Kampung
Bagi sebagian “manusia tikus”, pilihan akhirnya hanya dua: terus bertahan dengan sisa harapan yang redup, atau pulang ke kampung halaman dengan membawa rasa malu dan kegagalan. Keduanya bukan pilihan yang mudah, karena sama-sama menyakitkan secara psikologis.
Fenomena ini tak hanya bicara tentang lapangan kerja, tapi juga tentang krisis eksistensial generasi muda. Mereka bukan malas, bukan bodoh, bukan pemberontak. Mereka hanya manusia biasa yang kalah dalam pertarungan sistemik di zaman modern. Dan mereka, seperti kita semua, hanya ingin tempat untuk disebut rumah.
Maka jangan heran jika kini, di balik dinding beton megapolis, ada dunia lain yang sunyi tempat anak muda hidup seperti tikus. Namun tetap menyimpan mimpi menjadi manusia.
Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi terupdate lainnya hanya di CRAZY CHINA.
- Gambar Utama dari ekbis.sindonews.com
- Gambar Kedua dari harian.fajar.co.id