Revolusi Antariksa, China-Rusia Bersatu Bangun Reaktor Nuklir di Bulan
Revolusi Antariksa China-Rusia justru melangkah lebih jauh bersatu membangun reaktor nuklir pertama di Bulan.
China dan Rusia, dua negara dengan sejarah panjang dalam eksplorasi ruang angkasa, kini menjalin kemitraan strategis yang tak main-main: membangun reaktor nuklir pertama di Bulan.
Apa yang sebelumnya hanya menjadi mimpi para ilmuwan dan kisah fiksi ilmiah. Kini perlahan berubah menjadi realita menakjubkan. Revolusi antariksa bukan lagi tentang siapa yang lebih dulu mendarat, tapi siapa yang mampu membuat Bulan menjadi rumah kedua.
Langkah Ambisius Menuju Masa Depan
Pada awal tahun 2025, China National Space Administration (CNSA) dan Roscosmos badan antariksa milik Rusia mengumumkan secara resmi proyek gabungan yang akan mengubah wajah eksplorasi luar angkasa. Mereka sepakat untuk membangun reaktor nuklir skala kecil yang akan ditempatkan di permukaan Bulan pada tahun 2035.
Bukan sekadar pamer teknologi, pembangunan reaktor ini adalah fondasi dari rencana jangka panjang yang jauh lebih besar membuka jalan bagi pemukiman manusia permanen di Bulan dan menyediakan sumber energi yang stabil untuk eksplorasi lebih dalam ke Mars dan luar angkasa.
Menurut pernyataan bersama dari kedua negara, reaktor nuklir ini akan menyediakan energi yang konsisten dan efisien, menggantikan ketergantungan terhadap tenaga surya yang masih terbatas karena siklus malam panjang di Bulan bisa berlangsung hingga 14 hari Bumi. Tanpa pasokan energi konstan, semua rencana misi luar angkasa jangka panjang akan lumpuh total.
Mengapa Nuklir, dan Mengapa di Bulan?
Bulan bukanlah tempat yang bersahabat. Temperatur ekstrem, radiasi tinggi, dan atmosfer yang nyaris nihil membuat tempat ini membutuhkan sistem pendukung hidup yang sangat kompleks. Di sinilah teknologi nuklir berperan penting.
Tidak seperti tenaga surya yang sangat bergantung pada cahaya dan posisi, reaktor nuklir bisa menghasilkan daya stabil selama puluhan tahun tanpa terputus. Teknologi ini telah digunakan dalam berbagai wahana antariksa sejak era Apollo dan Voyager. Namun belum pernah ada yang memasangnya langsung di permukaan Bulan.
Bagi China dan Rusia, misi ini bukan sekadar soal inovasi teknologi. Ini adalah bagian dari perlombaan supremasi ruang angkasa di abad ke-21. Jika sukses, reaktor ini akan menjadi “jantung” dari International Lunar Research Station (ILRS) proyek ambisius yang digagas kedua negara sebagai tandingan terhadap stasiun bulan yang direncanakan oleh Amerika Serikat dan sekutunya melalui program Artemis.
Baca Juga: Mengapa Impor Batu Bara China Dari Indonesia Anjlok 20% Pada April 2025?
Apa yang Akan Dilakukan Reaktor Ini?
Reaktor nuklir yang akan dibangun ini dirancang untuk menghasilkan listrik antara 500 kilowatt hingga 1 megawatt, cukup untuk mengoperasikan laboratorium, habitat, kendaraan eksplorasi, dan sistem komunikasi dalam radius yang cukup luas. Bahan bakarnya adalah uranium-235, dimasukkan dalam bentuk kompak dan dilindungi oleh lapisan pelindung radiasi berlapis ganda.
Selain mendukung kehidupan dan eksperimen ilmiah, energi dari reaktor ini juga dapat digunakan untuk memproduksi air dan oksigen dari es yang ditemukan di kutub selatan Bulan, serta memfasilitasi produksi bahan bakar untuk misi antarplanet ke Mars.
Kerja Sama China-Rusia
Kemitraan antara China dan Rusia di sektor luar angkasa bukanlah hal baru. Namun, proyek reaktor nuklir ini menandai babak baru yang lebih dalam dan lebih berani. Keduanya telah menggabungkan keahlian terbaik China unggul dalam hal manufaktur dan peluncuran roket. Sementara Rusia memiliki pengalaman panjang dalam reaktor nuklir miniatur untuk kapal selam dan stasiun ruang angkasa.
Pembangunan awal akan dilakukan di Bumi. Setelah semua komponen siap, mereka akan diangkut menggunakan roket Long March 9 milik China dan kendaraan peluncur Angara A5 Rusia. Begitu tiba di Bulan, robot canggih akan merakitnya secara otomatis menghindari risiko terhadap manusia dalam proses instalasi awal.
Kontroversi dan Reaksi Global
Meski terdengar futuristik, proyek ini juga memicu perdebatan global. Beberapa negara Barat menyuarakan kekhawatiran tentang penggunaan teknologi nuklir di luar angkasa, terutama dari sudut pandang keamanan dan potensi persenjataan.
PBB melalui Outer Space Treaty 1967 memang melarang penempatan senjata nuklir di luar angkasa. Namun tidak secara eksplisit melarang penggunaan tenaga nuklir untuk keperluan damai seperti eksplorasi atau energi. China dan Rusia mengklaim bahwa proyek ini sepenuhnya bersifat ilmiah dan damai.
Namun, ketegangan tetap ada. Amerika Serikat dan sekutunya diprediksi akan mempercepat program Artemis dan pengembangan reaktor modular mereka sendiri demi menandingi langkah cepat dari poros Beijing-Moskow.
Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi terupdate lainnya hanya di CRAZY CHINA.
- Gambar Utama dari inet.detik.com
- Gambar Kedua dari www.kompas.com